}فصل}
في أحكام الإقرار. وهو لغةً الإثبات، وشرعا إخبارٌ بحقٍ على المُقِرّ؛ فخرجت
الشهادة، لأنها إخبارٌ بحق للغير على الغير.
Fasal: Menerangkan Mengenai Hukum-Hukum Ikrar
Secara bahasa ikrar memiliki arti menetapkan.
Sedangkan dalam istilah syari’at ikrar memiliki arti memberi kabar pada hak
yang menetap pada seseorang yang berikrar. Dari pengertian tersebut, mengecualikan
persaksian. Karena persaksian merupakan memberi kabar pada hak satu orang atas
orang lain.
)والمقَرُّ
به ضربان): أحدهما (حق الله تعالى) كالسرقة والزنا، (و) الثاني (حق الآدمي) كحد
القذف لشخص. (فحق الله تعالى يصح الرجوع فيه عن الإقرار به) كأن يقولَ من
أقرَّبالزنا: «رجعتُ عن هذا الإقرار أو كذبت فيه». ويُسن للمُقِرِّ بالزنا الرجوعُ
عنه. (وحق الآدمي لا يصح الرجوع فيه عن الإقرار به). وفرق بين هذا والذي قبله
بأَنَّ حَقَّ الله تعالى مبني على المسامحة، وحق الآدمي مبني على المشاحة.
Sesuatu
yang diikrarkan (muqor bih) dibagi menjadi dua, yaitu:
Pertama, sesuatu yang berhubungan dengan
hak-hak Allah, seperti mencuri dan zina.
Kedua, sesuatu yang berhubungan dengan
hak-hak sesama manusia, seperti hukuman menuduh perzinaan.
Untuk ikrar yang berhubungan dengan hak-hak
Allah, maka boleh membatalkan ikrar tersebut. Sebagaimana ucapan orang yang
berikrar bahwa dia telah berzina: “Aku batalkan ikrar ini” atau “Aku berbohong
atas ikrarku”. Bahkan, disunahkan bagi orang yang ikrar telah berbuat zina,
untuk membatalkan ikrar yang telah diucapkan.
Adapun untuk ikrar yang berhubungan dengan
hak-hak sesama manusia, maka tidak boleh dibatalkan pengikrarannya.
Kedua ikrar tersebut dibedakan, sebab pada
sesuatu yang berhubungan dengan hak Allah itu bersifat (Jawa: lues/mudah diampuni).
Sedangkan sesuatu yang berhubungan dengan hak sesama manusia bersifat
pertentangan.
)وتفتقر
صحة الإقرار إلى ثلاثة شرائط): أحدها (البلوغ)، فلا يصح إقرار الصبي ولو مراهقا
ولو بإذن وليه. (و) الثاني (العقل)، فلا يصح إقرار المجنون والمغمى عليه وزائل العقل
بما يعذر فيه؛ فإن لم يعذر فحكمه كالسكران. (و) الثالث (الاختيار)، فلا يصح إقرار
مُكرَه بما أكره عليه. (وإن كان) الإقرار (بمال اعتبر فيه شرط رابع، وهو الرشد).
والمراد به كون المقِرّ مطلقَ التصرف. واحترز المصنف بمال عن الإقرار بغيره كطلاق
وظهار ونحوهما؛ فلا يشترط في المقِر بذلك الرشدُ، بل يصح من الشخص السفيه.
Syarat Sah Ikrar
Suatu ikrar dianggap sah, apabila telah
memenuhi tiga syarat, yaitu:
Pertama, orang yang melakukan ikrar sudah baligh.
Sehingga, ikrar tidak sah apabila dilakukan oleh anak kecil, meskipun sudah
mendekati baligh (murahiq) dan dengan mendapat izin walinya.
Kedua, orang yang melakukan ikrar adalah
orang yang berakal. Sehingga, tidak sah ikrar dari seseorang yang gila,
pingsan, dan orang yang hilang akalnya sebab adanya udzur. Adapun untuk orang
yang kehilangan akal tanpa adanya udzur, maka hukumnya seperti orang yang
mabuk.
Ketiga, orang yang melakukan ikrar berada
pada kondisi normal. Sehingga, ikrar tidak sah jika dilakukan oleh seseorang
yang dipaksa melakukan ikrar tersebut.
Apabila ikrar berkaitan dengan harta benda,
maka terdapat syarat keempat yang harus ditambahkan, yaitu cerdas. Cerdas
disini, memiliki arti seseorang yang berikrar adalah orang yang sah tasarufnya.
Dari ketentuan di atas, kyai Mushanif
mengecualikan sebuah ikrar yang berhubungan pada selain harta benda, seperti
perceraian, sumpah dzihar dan semacamnya. Sehingga, tidak disyaratkan
cerdasnya orang yang melakukan ikrar pada sesuatu tersebut. Bahkan, suatu ikrar
sah dari orang yang bodoh.
(وإذا أقرَّ) الشخص (بمجهول) كقوله: «لفلان عليَّ شيءٌ»، (رُجع)
بضم أوله (إليه) أي المقر (في بيانه) أي
المجهول، فيقبل تفسيره بكل ما يُتمَوَّل وإن قل كفلس. ولو فسر المجهول بما لا
يتمول لكن من جنسه كحَبَّة حِنطة، أو ليس من جنسه لكن يحل اقتناؤه كجلد ميتة وكلبٍ
مُعَلَّم وزبلٍ قُبل تفسيره في جميع ذلك على الأصح. ومتى
أقر بمجهول وامتنع من بيانه بعد أن طولب به حبس حتى يبين المجهول. فإن مات قبل
البيان طولب به الوارث ووقف جميع التركة.
Apabila
seseorang berikrar pada sesuatu yang tidak diketahui, seperti ucapan: “Aku
memiliki tanggungan sesuatu pada si fulan”. Maka, seseorang yang berikrar
tersebut ditanyai mengenai apa yang diikrarkan tersebut.
Sehingga, apabila
pengikrar memberi penjelasan dengan sesuatu yang dapat dikonversi dengan uang,
maka ikrar yang diucapkan sah.
Namun, apabila
pengikrar memberi penjelasan dengan sesuatu yang tidak dapat dikoversi dengan
uang, tetapi sejenis dengan uang, misal biji gandum (maka sah ikrar tersebut),
atau pengikrar memberi penjelasan dengan sesuatu yang tidak dapat dikonversi
dengan uang dan tidak berasal dari jenis yang sama juga, maka sah ikrar yang
diucapkan, dengan syarat sesuatu yang diikrarkan tersebut merupakan sesuatu
yang boleh disimpan/dipelihara, misalnya kulit bangkai, anjing peliharaan, dan
kotoran hewan sebagai pupuk.
Ketika seseorang
berikrar pada sesuatu yang belum diketahui (majhul), namun tidak dapat
memberi keterangan pada sesuatu yang diikrarkan tersebut, maka ikrar tersebut
tertahan sampai pengikrar dapat memberi keterangan. Apabila, pengikrar
meninggal sebelum dapat memberi keterangan, maka ahli waris dimintai keterangan
atas apa yang telah diikrarkan, dan harta peninggalan mayit dimauqufkan
.
)ويصح
الاستثناء في الإقرار إذا وصله به) أي وصل المقر الاستثناء بالمستثنى منه؛ فإن فصل
بينهما بسكوت أو كلام كثير أجنبي ضرَّ. أما السكوت اليسير كسكتة تنفس فلا يضر.
ويشترط أيضا في الاستثناء أن لا يستغرق المستثنى منه؛ فإن استغرقه نحو: «لزيد
عليَّ عشرة إلا عشرة» ضرَّ.
Sah membuat
pengecualian dalam pengikraran, hal ini berlaku ketika pengikrar menyambung
antara ikrar dengan sesuatu yang dikecualikan. Sehingga, apabila pengikrar
memisah antara ikrar dengan sesuatu yang dikecualikan dengan diam yang lama,
atau pembicaraan yang panjang, maka membahayakan (tidak sah). Adapun diam sekejap,
semisal diam pada pengambialn nafas, maka tidak membahayakan (tetap sah).
Disyaratkan juga
dalam membuat pengecualian, pengikrar tidak menghabiskan sesuatu yang
dikecualikan. Sehingga, apabila pengikrar menghabiskan sesuatu yang dikecualikan,
misal: “Aku memiliki tanggungan sepuluh buah pada Zaid, kecuali sepuluh buah”,
maka membahayakan (tidak sah).
)وهو)
أي الإقرار (في حال الصحة والمرض سواء)، حتى لو أقر شخص في صحته بدَين لزيد وفي
مرضه بدين لعمرو لم يقدم الإقرار الأول، وحينئذ فيقسم المقَرّ به بينهما بالسوية.
Pengikraran hukumnya sama, baik dalam keadaan
sehat maupun sakit. Sehingga, apabila ada seseorang dalam keadaan sehat mengaku
bahwa dia memiliki hutang pada Zaid, dan dalam keadaan sakit mengaku bahwa dia
memiliki hutang pada Umar, namun tanpa menyebut ikrar awal (hutang pada Zaid),
maka sesuatu yang diikrarkan dibagi antara
Zaid dan Umar dengan kadar yang sama. Wallahu A’lam.
Komentar
Posting Komentar