Fasal:
Penggadaian
Fasal ini
menerangkan mengenai hukum-hukum dalam penggadaian. Gadai sendiri dari segi
bahasa memiliki arti tetap. Sedangkan dari segi syari’at gadai memiliki arti
harta benda yang digunakan sebagai jaminan sebuah hutang yang ditangguhkan,
ketika belum dapat membayarnya. Gadai tidak sah tanpa adanya ijab dan qabul.
Syarat
penggadai dan penerima barang gadai
Syarat dari
penggadai dan penerima barang gadai adalah orang yang muthlaq tasharufnya.[1]
Syarat barang
yang digadaikan
Kyai mushanif
menuturkan kriteria barang yang dapat digadaikan dalam perkataan beliau: setiap
barang yang boleh diperjual belikan, maka boleh pula digadaikan sebagai jaminan
hutang, ketika hutang tersebut memang hutang yang sah.
Dengan perkataan
“hutang” kyai mushanif mengecualikan: barang. Sehingga tidak sah melakukan
transaksi gadai pada barang yang digashab, dipinjam, dan sejenis keduanya pada
barang-barang yang sedang berada dalam tanggungan.
Dan dengan
perkataan “sahnya hutang” kyai mushanif mengecualikan: hutang-hutang yang belum
sah, sebagaimana akad salam (pesanan) dan barang berharga ketika masih
dalam akad khiyar (memilih antara meneruskan akad atau membatalkannya).
Ketentuan akad
penggadaian
Bagi seorang penggadai
boleh meminta/menarik barang gadaian kembali, selama barang tersebut belum
diserah terimakan dengan penerima gadai. Sehingga, apabila penerima gadai telah
menerima barang yang digadaikan dan barang tersebut diterima dari orang yang
sah melakukannya, maka sahlah akad gadai tersebut dan penggadai tidak boleh
meminta/menarik kembali barang yang telah digadaikan.
Akad gadai
sendiri merupakan akad atas dasar kepercayaan, sehingga seorang penerima gadai
tidak bertanggung jawab mengganti barang yang digadaikan kecuali dikarenakan
kecerobohan dari penerima gadai dalam menggunakan barang yang digadaikan.
Hutang dalam
akad gadai tidak putus/batal sebab rusaknya barang yang digadaikan. Sehingga,
apabila penerima gadai mengaku bahwa barang yang digadaikan telah rusak, namun
tanpa menyebutkan sebab kerusakannya, dia dapat dibenarkan dengan sumpah yang
diucapkannya.
Apabila penerima
gadai mengaku bahwa barang yang digadaikan rusak disertai menyebutkan sebab kerusakan,
maka dapat dibenarkan dengan bukti yang ada.
Apabila penerima
gadai mengaku telah mengembalikan barang gadaian, maka dapat dibenarkan dengan
bukti.
Apabila penerima
gadai telah menerima sebagian haknya (hutang penggadai), maka akad gadai tetap
berlaku sampai penggadai melunasi semua hutangnya.Wallahu A’lam.
[1] Muthlak tasharufnya merupakan seseorang yang boleh melakukan jual beli
dengan normal pada hartanya sendiri. Lihat: Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifat Ma’ani
Alfadz al-Minhaj, kitab Rahn.
Komentar
Posting Komentar