Langsung ke konten utama

Akad Perdamaian Pada Harta Benda

 

{فصل} في الصلح. وهو لغةً قطع المنازعة، وشرعا عقدٌ يحصل به قطعُها

Fasal menerangkan mengenai akad perdamaian

Pengertian

Secara bahasa al-shulhu memiliki arti memutuskan pertentangan. Sedangkan dalam literatur syariat al-shulhu diartikan sebagai suatu akad yang dapat memutus pertentangan atau pertikaian.

(ويصح الصلح مع الإقرار) أي إقرار المدعَى عليه بالمُدَّعَى به (في الأموال) وهو ظاهر، (و) كذا (ما أفضى إليها) أي الأموال كمن ثبت له على شخص قِصاصٌ، فصالحه عليه على مال بلفظ الصلح، فإنه يصح، أو بلفظ البيع فلا.

Ketentuan al-Shulhu

Akad perdamaian dapat dihukumi sah apabila disertai pengakuan dari seseorang yang tertuduh pada sesuatu yang dituduhkan.[1]

Akad perdamaian ini terjadi pada harta benda dan sesuatu yang dapat menjadi lantaran menuju harta benda, seperti orang yang memiliki tanggungan qishas atas orang lain, kemudian mereka ingin berdamai melalui akad shuluh dengan cara menebusnya dengan harta[2], maka hukumnya sah. Namun, apabila menggunakan akad jual beli, maka hukumnya tidak sah.

Pembagian al-Shulhu

(وهو) أي الصلح (نوعان: إبراء، ومعاوضة. فالإبراء) أي صلحه (اقتصاره من حقه) أي دَينه (على بعضه)؛ فإذا صالحه من الألف الذي له في ذمة شخص على خمسمائة منها فكأنه قال له: أعطني خمسمائة وأبرأتُك من خمسمائة. (ولا يجوز) بمعنى لا يصح (تعليقه) أي تعليق الصلح بمعنى الإبراء (على شرط)، كقوله: إذا جاء رأس الشهر فقد صالحتك.

Akad al-Shulhu dibagi menjadi dua, yaitu ibra’ dan mu’awadlah.

Shulhu ibra’ marupakan akad perdamaian dengan dengan cara seseorang yang memiliki hak, hanya mengambil atau menagih sebagian dari haknya. Contoh dari kasus ini adalah, ketika ada si A memiliki hutang pada si B sebanyak seribu dinar, kemudian si B hanya menagih si A dengan separuhnya, yaitu lima ratus dinar. Jadi, seakan-akan si B berkata pada si A: “berikanlah padaku lima ratus dinar dan aku bebaskan atasmu lima ratus dinar sisanya”.

Tidak diperbolehkan atau tidak sah menggantungkan shulhu ibra’ ini dengan suatu syarat, seperti contoh ucapan pemilik hak: “ketika awal bulan telah datang, maka aku akan membebaskanmu dengan shulhu ibra’ ”.

(والمعاوضة) أي صلحها (عدوله عن حقه إلى غيره) كأن ادعى عليه دارا أو شِقْصًا منها وأقرَّ له بذلك وصالحه منها على معين كثوب، فإنه يصح، (ويجري عليه) أي على هذا الصلح (حكمُ البيع) فكأنه في المثال المذكور باعه الدار بالثوب، وحينئذ فيثبت في المصالح عليه أحكامُ البيع كالرد بالعيب ومنع التصرف قبل القبض، ولو صالحه على بعض العين المدعاة فهبة منه لبعضها المتروك منها، فيثبت في هذه الهبة أحكامها التي تذكر في بابها، ويسمى هذا صلح الحطيطة، ولا يصح بلفظ البيع للبعض المتروك كأن يبيعه العين المدعاة ببعضها.

Shulhu mu’awadlah merupakan sebuah akad perdamaian dengan cara pemilik hak, memindahkan atau mengganti haknya pada barang lain. Contoh kasus ini adalah penuduh mengaku atas rumah atau pekarangan dari suatu rumah, kemudian tertuduh mengiyakan tuduhan tersebut. Untuk menyelesaikan permasalahan, mereka sepakat mengadakan shulhu mu’awadlah pada barang yang telah ditentukan, seperti contoh baju, maka akad shulhu mu’awadlah dianggap sah.

Dalam shulhu mu’awadlah diberlakukan aturan-aturan dalam akad jual beli. Jika diterapkan pada contoh sebelumnya, maka seakan-akan tertuduh membeli rumah penuduh dengan baju tadi. Karena adanya ketentuan demikian, sehingga pada barang-barang yang dijadikan objek shulhu berlaku ketentuan-ketentuan jual beli, seperti mengembalikan ketika tedapat cacat dan tercegahnya transaksi ketika belum diserahterimakan.

Apabila pada shulhu mu’awadlah tertuduh hanya dapat membayar sebagaian dari objek shulhu, maka sebagian yang belum dibayarkan dinamakan hibbah dan berlaku pula ketentuan-ketentuan hibbah yang akan dijelaskan pada babnya. Akad perdamaian semacam ini dinamakan sebagai shulhu hathitah, dan tidak sah jika menggunakan lafadz jual beli pada sebagian objek yang belum dibayarkan.

Memasang Jendela pada Jalan Umum

(ويجوز للإنسان) المُسلِم (أن يُشرِع) بضم أوله وكسر ما قبل آخره، أي يُخْرِج (روشنا) ويسمى أيضا بالجناح، وهو إخراج خشب على جدار (في) هواء (طريق نافذ)، ويسمى أيضا بالشارع (بحيث لا يتضرر المارُّ به) أي الروشن، بل يرفع بحيث يمر تحته المار التام الطويل منتصبا. واعتبر الماوردي أن يكون على رأسه الحمولة الغالبة. وإن كان الطريق النافذ ممَرَّ فرسان وقوافل فليرفع الروشن بحيث يمر تحته المحمل على البعير مع أخشاب المظلة الكائنة فوق المحمل. أما الذمي فيمنع من إشراع الروشن والساباط وإن جاز له المرور في الطريق النافذ.

Diperbolehkan bagi seorang muslim untuk memasang, (lafadz yusyri’a dengan dibaca dlammah huruf awalnya dan fathah sebelum akhir), sebuah rausyan atau juga dinamai dengan  janach, yaitu sebuah kayu yang keluar dari dinding di atas jalan umum. Hal demikian diperbolehkan, dengan ketentuan selama rausyan tersebut tidak membahayakan orang yang lewat. Ukurannya adalah sekira ditempatkan di atas orang normal yang melaluinya. Imam al-Mawardi memberi ketentuan, ukurannya adalah sekira ditempatkan di atas kepala orang yang biasanya membawa barang bawaan. Jika jalan tersebut biasa dilewati kuda dan binatang-binatang yang membawa barang bawaan, maka seorang muslim tadi memasang rausyan sekira kuda dan binatang-binatang tadi dapat lewat di bawahnya, dan apabila binatang tadi membawa tandu, maka rausyan harus berada di atas tandu.

Adapun bagi seorang kafir dzimmy[3] tidak diperbolehkan memasang rausyan dan (jawa: payon) pada jalan umum, tetapi mereka boleh melewati jalan umum tersebut.

(ولا يجوز) إشراع الروشن (في الدرب المشترك إلا بإذن الشركاء) في الدرب. والمراد بهم من نفذ بابُ داره منهم إلى الدرب، وليس المراد بهم من لاصقه منهم جداره بلا نفوذ باب إليه. وكل من الشركاء يستحق الانتفاع من باب داره إلى رأس الدرب دون ما يلي آخر الدرب. (ويجوز تقديم الباب في الدرب المشترك، ولا يجوز تأخيره) أي الباب (إلا بإذن الشركاء) فحيث منعوه لم يجز تأخيره. وحيث منع من التأخير فصالح شركاء الدرب بمال صح.

Tidak diperbolehkan memasang rausyan pada jalan gang yang dihuni banyak orang, kecuali mendapatkan izin dari para penghuni gang tersebut. Kategori penghuni gang adalah seseorang yang pintu rumahnya berada pada gang tersebut, bukan seseorang yang bagian rumahnya berada pada gang tersebut. Karena, setiap penghuni dari gang berhak atas gang tersebut, mulai dari pintu rumahnya sampai ujung gang.

Diperbolehkan memajukan pintu pada jalan gang yang dihuni banyak orang dan tidak diperbolehkan memundurkannya, kecuali dengan izin para penghuni gang tersebut. Sehingga, apabila para penghuni tidak memperbolehkan, kemudian mereka mengambil jalan damai melalui akad shuluh dengan menebusnya dengan uang, maka diperbolehkan atau sah. Wallahu A’lam.



[1] Contohnya adalah, apabila si A dituduh memakai barang si B, dan si A mengiyakan tuduhan tersebut, sehingga antara si A dan si B akad perdamaiannya dianggap sah.

[2] Penggantian qishah dengan harta disebut dengan diyat, yang mana akan dijelaskan pada bab jinayah.

[3] Kafir dzimmy adalah orang kafir yang memasrahkan diri pada pemerintah Islam dan membayar pajak, sehingga mendapat perlindungan dari pemerintahan Islam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ghasab

  Fasal: Menerangkan Hukum - Hukum Ghasab Secara bahasa ghasab diartikan dengan mengambil sesuatu secara dzalim dengan cara terang-terangan. Sedangkan dalam literatur syariat ghasab diartikan sebagai menguasai hak orang lain dengan cara dzalim atau tidak semestinya. وهو لغةً أخذ الشيء ظُلمًا مجاهرة وشرعا الاستيلاء على حق الغير عُدْوانًا Ukuran penguasaan disini dikembalikan pada adat yang berlaku. ويُرجع في الاستيلاء للعرف Termasuk di dalam hak orang lain, sesuatu yang sah dighasab adalah suatu barang yang selain harta, seperti kulit bangkai. Dikecualikan dari “secara tidak semestinya”: menguasai harta orang lain dengan cara akad. ودخل في حق الغير ما يصح غصبه مما ليس بمال كجلد ميتة. وخرج بعُدوانا الاستيلاء على مال الغير بعقد Konsekuensi Ghasab:   Barang siapa ghasab harta orang lain, maka baginya wajib mengembalikan harta tersebut pada pemiliknya. Meskipun dal

Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat

Fasal: Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat Syarat-syarat shalat sebelum masuk di dalamya ada lima, lafadz شروط merupakan bentuk jama’ dari شرط . Syarat secara bahasa adalah tanda, sedangkan syarat menurut istilah syari’at adalah sesuatu yang menentukan sahnya shalat, namun bukanlah bagian dari shalat itu sendiri. Dikecualiakan dengan qayid ini: rukun, karena rukun merupakan bagian dari shalat itu sendiri. Syarat pertama adalah sucinya anggota badan dari hadats, baik kecil maupun besar bagi orang yang mampu melakukan nya. Adapun orang yang tidak memiliki dua alat bersuci (air dan debu), maka baginya tetap dihukumi sah shalatnya namun wajib mengulangi. Kemudian sucinya seseorang dari najis yang adanya tidak dapat dimaafkan baik berada pada pakaian, anggota badan, maupun tempat melaksanakan shalat. Kyai mushonif akan menerangkan mengenai bagian akhir (tempat melaksanakan) pada bab berikutnya. Syarat kedua adalah menutupi warna aurat bagi yang mampu. Sehingga ketika ada seseora

Tata Krama Melaksanakan Mandi

  فصل: باب أداب الغسل Fasal: Tata Krama Melaksanakan Mandi فإذا أصابتك جنابة من احتلام أو وقاع, فخذ الإناء إلى المغتسل, واغسل يديك أولا ثلاثا, وأزل ما على بدنك من قذر. Ketika kalian sedang mengalami hadats janabat baik disebabkan oleh mimpi basah ataupun hubungan badan, maka ambilah wadah untuk mandi. Kemudian basuhlah kedua tangan kalian sebanyak tiga kali dan berusahalah menghilangkan kotoran yang masih menempel pada badan kalian.   وتوضاء كما سبق وضوئك للصلاة   مع جميع الدعوات, وأخر غسل قدميك كيلا يضيع الماء. فإذا فرغت من الوضوء فصب الماء على رأسك ثلاثا وأنت ناو وفع الحدث من الجنابة, ثم على شقك الأيمن ثلاثا ثم على الأيسر ثلاثا. Setelah membersihkan badan dari kotoran yang masih menempel, maka wudlu’ lah sebagaimana wudlu’ kalian ketika akan melaksanakan shalat, serta bacalah do’a-do’a yang telah diajarkan pada kalian. Dalam berwudlu’ ini, sebaiknya kalian mengakhirkan basuhan kedua kaki agar air yang kalian gunakan tidak terbuang sia-sia. Kemudian setelah selesai melaksana