Langsung ke konten utama

Menanggung Hutang dan Menjamin Seseorang

{فصل} في الضمان. وهو مصدر ضمِنْتُ الشَيءَ ضَمانا إذا كفلتُه، وشرعًا التزام ما في ذمة الغير من المال

Fasal Menerangkan Tentang Menanggung Hutang

Pengertian

Secara bahasa dlamman merupakan bentuk mashdar dari perkataan “dlammantu al-syai’a dlammanan” aku menanggung sesuatu dengan benar-benar menanggung sesuatu tersebut, ketika sesuatu tersebut berada dalam tanggunganku.

Adapun dalam istilah syariat, dlamman memiliki arti menyanggupi tanggungan orang lain dalam hal harta benda.

وشرط الضامن أن يكون فيه أهلية التصرف

Syarat al-Dlammin[1]

Seseorang yang menanggung atau menyanggupi tanggungan orang lain, harus seseorang yang ahli bertransaksi atau cakap hukum, berupa baligh, berakal, dan tidak ada penghalang untuk melaksanakan transaksi.

(ويصح ضمان الديون المستقرة في الذمة إذا عُلم قدرُها). والتقييد بالمستقرة يشكل عليه صحة ضمان الصداق قبل الدخول؛ فإنه حينئذ غير مستقر في الذمة؛ ولهذا لم يعتبر الرافعي والنووي إلا كون الدَين ثابتا لازما. وخرج بقوله: «إذا عُلم قدرُها» الديونُ المجهولة؛ فلا يصح ضمانها - كما سيأتي (ولصاحب الحق) أي الدَين (مُطالبَة من شاء من الضامن والمضمون عنه) وهو من عليه الدين. وقوله: (إذا كان الضمان على ما بيَّنَّا) ساقط في أكثر نسخ المتن (وإذا غرم الضامن رجع على المضمون عنه) بالشرط المذكور في قوله: (إذا كان الضمان والقضاء) أي كل منهما (بإذنه) أي المضمون عنه

Ketentuan Akad al-Dlamman

Akad dlamman dinilai sah apabila hutang madlmun ‘Anhu[2] telah benar-benar tetap menjadi hutangnya. Dan dlamin mengetahui kadar dari hutang tersebut.

Kyai Mushanif memberi batasan dengan perkataan: “benar-benar tetap menjadi hutangnya” menimbulkan suatu kejanggalan, yakni dalam masalah mas kawin seorang laki-laki yang menikahi seorang perempuan dan belum dijima’, sebab mas kawin dalam hal ini, belum menjadi tanggungan seorang laki-laki. Dan karena terdapat ungkapan demikian, Imam al-Rafi’i dan Imam al-Nawawi tidak memperbolehkan akad dlamman, kecuali apabila hutang memang sudah benar-benar tetap.

Dengan perkataan “dlamin mengetahui kadar hutangnya” kyai Mushanif mengecualikan: hutang-hutang yang belum diketahui kadarnya. Sehingga tidak sah menanggung hutang-hutang tersebut, sebagaimana akan dijelaskan.

Bagi seseorang yang memiliki hak atas hutang tersebut, boleh menagih hutang pada dlamin atau pada madlmun ‘anhu.

Perkataan kyai Mushanif  “akad dlamman sah apabila sebagaimana yang telah kami jelaskan”: tidak disebutkan dalam kebanyakan redaksi kitab.

Apabila dlamin mengalami kerugian, maka hutang tadi kembali pada madlmun ‘anhu dengan syarat yang akan disebutkan sebagai berikut: yaitu apabila akad dlamman dan pembayaran atas seizin dari madlmun ‘anhu.

ثم صرح بمفهوم قوله سابقا «إذا عُلم قدرُها» بقوله هنا: (ولا يصح ضمان المجهول) كقوله: «بِع فلانا كذا، وعليَّ ضمانُ الثمن». (ولا) ضمان (ما لم يجب) كضمان مائة تجب على زيد في المستقبل (إلا دَرَك المبيع) أي ضمان درك المبيع، بأن يضمن للمشتري الثمن إن خرج المبيع مستحقا، أو يضمن للبائع المبيع إن خرج الثمن مستحقا

Kesimpulan

Kemudian kyai Mushanif menjelaskan perkataan beliau yang telah lewat, sebagai berikut:

Akad dlamman sah apabila dlamin mengetahui kadar hutang dari madlmun ‘anhu, sehingga tidak sah menanggung hutang yang tidak diketahui kadarnya, seperti ucapan dlamin: jual lah barang ini pada fulan, dan aku yanng akan membayarnya.

Tidak dapat melaksanakan akad dlamman pada sesuatu yang tidak wajib, seperti menanggung 100 dinar hutang Zaid pada masa yang akan datang, kecuali pada dlamman darkil mabi’[3] yaitu, apabila  dlamin menanggung  hutang pembeli yang memang sudah benar-benar menerima barang yang dibeli atau apabila dlamin menanggung hutang seorang penjual yang memang sudah menerima uang dari pembeli.

{فصل} في ضمان غير المال من الأبدان. ويسمى كفالة الوجه أيضا، وكفالة البدن كما قال: (والكفالة بالبدن جائزة إذا كان على المكفول به) أي ببدنه (حق لآدمي) كقصاص وحدِّ قذف. وخرج بحق الآدمي حقُّ الله تعالى؛ فلا تصح الكفالة ببدن مَن عليه حق الله تعالى، كحد سرقة وحد خمر وحد زنا.

Fasal: Menanggung Selain pada Harta Benda (Akad Kafalah)

Ketentuan Akad Kafalah

Menanggung pada selain harta dinamakan juga sebagai akad kafalah wajhi atau kafalah badani sebagaimana penjelasan kyai Mushanif: akad kafalah pada badan hukumnya boleh, apabila pada makful bih[4] terdapat hak pada sesama makhluk, seperti qisas dan hukuman qadzaf.

Dengan perkataan “hak pada sesama makhluk” kyai Mushanif mengecualikan: hak-hak Allah, sehingga akad kafalah badani tidak sah apabila terjadi pada hak-hak Allah, misal hukuman bagi pencuri (potong tangan), hukuman peminum minuman keras (cambuk delapan puluh kali), dan hukuman zina (muhshan dan ghairu muhshan).

ويبرأ الكفيل بتسليم المكفول ببدنه في مكان التسليم بلا حائل يمنع المكفول له عنه. وأما مع وجود الحائل فلا يبرأ الكفيل.

Seorang kafil[5] terlepas dari tanggungannya setelah menyerahkan makful bih pada tempat penyerahan yang disetujui dan secara langsung tanpa adannya penghalang, sehingga apabila belum dapat menyerahkan pada tempat yang disetujui, maka kafil belum dapat dikatakan bebas dari tanggungannya. Wallahu A’lam.



[1] Dlamin adalah seseorang yang menanggung hutng dari madlmun ‘alaih.

[2] Madlmun ‘Anhu adalah seseorang yang memiliki hutang dan hutangnya ditanggung oleh dlamin.

[3] Dlamman Darkil Mabi’ adalah menanggung sesuatu yang memang sudah menjadi tanggungan pembeli atau penjual dalam akad jual beli.

[4] Makful Bih adalah seseorang yang berada dalam tanggungan kafil.

[5] Kafil adalah seseorang yang menyanggupi untuk menanggung badan seseorang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ghasab

  Fasal: Menerangkan Hukum - Hukum Ghasab Secara bahasa ghasab diartikan dengan mengambil sesuatu secara dzalim dengan cara terang-terangan. Sedangkan dalam literatur syariat ghasab diartikan sebagai menguasai hak orang lain dengan cara dzalim atau tidak semestinya. وهو لغةً أخذ الشيء ظُلمًا مجاهرة وشرعا الاستيلاء على حق الغير عُدْوانًا Ukuran penguasaan disini dikembalikan pada adat yang berlaku. ويُرجع في الاستيلاء للعرف Termasuk di dalam hak orang lain, sesuatu yang sah dighasab adalah suatu barang yang selain harta, seperti kulit bangkai. Dikecualikan dari “secara tidak semestinya”: menguasai harta orang lain dengan cara akad. ودخل في حق الغير ما يصح غصبه مما ليس بمال كجلد ميتة. وخرج بعُدوانا الاستيلاء على مال الغير بعقد Konsekuensi Ghasab:   Barang siapa ghasab harta orang lain, maka baginya wajib mengembalikan harta tersebut pada pemiliknya. Meskipun dal

Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat

Fasal: Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat Syarat-syarat shalat sebelum masuk di dalamya ada lima, lafadz شروط merupakan bentuk jama’ dari شرط . Syarat secara bahasa adalah tanda, sedangkan syarat menurut istilah syari’at adalah sesuatu yang menentukan sahnya shalat, namun bukanlah bagian dari shalat itu sendiri. Dikecualiakan dengan qayid ini: rukun, karena rukun merupakan bagian dari shalat itu sendiri. Syarat pertama adalah sucinya anggota badan dari hadats, baik kecil maupun besar bagi orang yang mampu melakukan nya. Adapun orang yang tidak memiliki dua alat bersuci (air dan debu), maka baginya tetap dihukumi sah shalatnya namun wajib mengulangi. Kemudian sucinya seseorang dari najis yang adanya tidak dapat dimaafkan baik berada pada pakaian, anggota badan, maupun tempat melaksanakan shalat. Kyai mushonif akan menerangkan mengenai bagian akhir (tempat melaksanakan) pada bab berikutnya. Syarat kedua adalah menutupi warna aurat bagi yang mampu. Sehingga ketika ada seseora

Tata Krama Melaksanakan Mandi

  فصل: باب أداب الغسل Fasal: Tata Krama Melaksanakan Mandi فإذا أصابتك جنابة من احتلام أو وقاع, فخذ الإناء إلى المغتسل, واغسل يديك أولا ثلاثا, وأزل ما على بدنك من قذر. Ketika kalian sedang mengalami hadats janabat baik disebabkan oleh mimpi basah ataupun hubungan badan, maka ambilah wadah untuk mandi. Kemudian basuhlah kedua tangan kalian sebanyak tiga kali dan berusahalah menghilangkan kotoran yang masih menempel pada badan kalian.   وتوضاء كما سبق وضوئك للصلاة   مع جميع الدعوات, وأخر غسل قدميك كيلا يضيع الماء. فإذا فرغت من الوضوء فصب الماء على رأسك ثلاثا وأنت ناو وفع الحدث من الجنابة, ثم على شقك الأيمن ثلاثا ثم على الأيسر ثلاثا. Setelah membersihkan badan dari kotoran yang masih menempel, maka wudlu’ lah sebagaimana wudlu’ kalian ketika akan melaksanakan shalat, serta bacalah do’a-do’a yang telah diajarkan pada kalian. Dalam berwudlu’ ini, sebaiknya kalian mengakhirkan basuhan kedua kaki agar air yang kalian gunakan tidak terbuang sia-sia. Kemudian setelah selesai melaksana