Langsung ke konten utama

Muharramat al-Ihram

Fasal: Keharaman Ihram

Fasal ini menerangkan mengenai segala sesuatu yang diharamkan sebab melaksanakan ihram. Haram bagi seseorang yang muhrim melakukan sepuluh perkara, yaitu:

1.  Memakai pakaian yang dijahit seperti gamis, quba’, dan munjah. Haram juga memakai perkara yang disulam seperti baju kurung atau perkara yang diikat seperti ikatat pinggang pada seluruh badan orang yang sedang ihram.

2. Menutup kepala atau sebagian kepala bagi laki-laki dengan sesuatu yang dianggap sebagai penutup, sebagaimana surban dan tanah. Sehingga apabila sesuatu tadi tidak dianggap sebagai penutup maka, tidak membahayakan. Sebagaimana muhrim meletakan tangannya di atas kepala, muhrim menenggelamkan kepalanya ke dalam air, dan muhrim berteduh pada tempat berteduh meskipun kepalanya mengenai tutup dari tempat tersebut.

Menutup wajah atau sebagian wajah bagi perempuan dengan sesuatu yang dianggap penutup. Wajib bagi perempuan menutup bagian wajah yang mana bagian tersebut menjadi kesempurnaan dalam menutup kepala. Perempuan juga diperbolehkan menurunkan sedikit kain pada wajahnya dengan dibentangkan menggunakan kayu atau sejenisnya.

Adapun bagi khuntsa[1], sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Abu Thayyib bahwasanya khuntsa diperintah untuk menutupi kepala atau wajah dan menggunakan pakaian yang berjahit. Mengenai pembayaran fidyah sebagaimana pendapat mayoritas ulama’: apabila khuntsa menutup wajahnya atau kepalanya maka, tidak wajib membayar fidyah karena adanya keraguan. Namun, ketika menutupi keduanya maka, wajib membayar fidyah.

3. Menyisir rambut, keharaman ketiga ini oleh kyai musahnif dikategorikan sebagai keharaman haji. Namun, dalam syarah kitab al-Muhadzab mengatakan bahwa hal tersebut adalah makruh. Hal ini juga berlaku untuk menggaruk rambut dengan kuku.

4. Menyukur, mencabut, membakar rambut. Yang dimaksudkan adalah menghilangkan rambut dengan berbagai cara meskipun muhrim sedang lupa.

5.   Memotong kuku yaitu menghilangkan kuku baik dari tangan atau kaki, baik dengan cara memotong atau selainya, dikecualikan apabila kuku muhrim pecah dan muhrim merasakan sakit karena hal tersebut maka, muhrim hanya boleh menghilangkan bagian kuku yang pecah.

6. Menggunakan wewangian secara sengaja dengan sesuatu yang dimaksudkan untuk mendapatkan bau harum, sebagaimana misik dan kapur pada pakaian, muhrim dapat mengusapkannya dengan cara yang umum dilakukan. Atau muhrim menggunakan wewangian tadi pada badannya baik bagaian luar maupun bagian dalam, seperti dengan cara memakan wewangian.

Memakai wewangian ini tidak ada perbedaan antara laki-laki maupun perempuan, buntu hidungnya maupun mancung.

Dikecualikan dengan dawuh “secara sengaja”: apabila wewangian jatuh oleh angin kemudian mengenai muhrim, muhrim dipaksa menggunakan wewangian, muhrim tidak mengetahui atau lupa jika hal itu adalah haram. Perkara-perkara tersebut tidak mewajibkan pembayaran fidyah. Namun, ketika muhrim mengetahui keharaman hal tersebut dan tidak mengetahui mengenai konsekuensi fidyah nya maka, tetap wajib membayar fidyah.

7.   Membunuh hewan buruan darat yang dagingnya halal dimakan atau yang asalnya halal dimakan, seperti binatang buas dan burung.

Haram juga hewan buruan tanah haram, meletakan  tangan di atasnya, dan mengganggu bagian tubuhnya, rambutnya dan bulunya.

8.  Melaksanakan akad nikah. Sehingga haram bagi muhrim melaksanakan akad nikah baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain sebagai wakil atau walinya.

9. Melakukan hubungan badan bagi orang yang berakal dan mengetahui keharaman hal tersebut. Baik melakukan hubungan badan pada waktu haji maupun umrah, pada qubul maupun dubur, laki-laki maupun perempuan, istri maupun budak, atau orang lain.

10. Bersentuhan kulit pada selain kemaluan, seperti bersenggolan dan berciuman dengan syahwat. Adapun bertemu kulit tanpa adanya syahwat maka, tidak haram. Wallahu A’lam.

Sepuluh keharaman karena melaksanakan ihram tersebut memiiki konsekuesi fidyah ketika melanggarnya. Penjelasan mengenai fidyah akan segera dituturkan. Wallahu A'lam.



[1] Khuntsa adalah seseorang yang memiliki dua alat kelamin, sehingga belum jelas pentaklifan hukumnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ghasab

  Fasal: Menerangkan Hukum - Hukum Ghasab Secara bahasa ghasab diartikan dengan mengambil sesuatu secara dzalim dengan cara terang-terangan. Sedangkan dalam literatur syariat ghasab diartikan sebagai menguasai hak orang lain dengan cara dzalim atau tidak semestinya. وهو لغةً أخذ الشيء ظُلمًا مجاهرة وشرعا الاستيلاء على حق الغير عُدْوانًا Ukuran penguasaan disini dikembalikan pada adat yang berlaku. ويُرجع في الاستيلاء للعرف Termasuk di dalam hak orang lain, sesuatu yang sah dighasab adalah suatu barang yang selain harta, seperti kulit bangkai. Dikecualikan dari “secara tidak semestinya”: menguasai harta orang lain dengan cara akad. ودخل في حق الغير ما يصح غصبه مما ليس بمال كجلد ميتة. وخرج بعُدوانا الاستيلاء على مال الغير بعقد Konsekuensi Ghasab:   Barang siapa ghasab harta orang lain, maka baginya wajib mengembalikan harta tersebut pada pemiliknya. Meskipun dal

Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat

Fasal: Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat Syarat-syarat shalat sebelum masuk di dalamya ada lima, lafadz شروط merupakan bentuk jama’ dari شرط . Syarat secara bahasa adalah tanda, sedangkan syarat menurut istilah syari’at adalah sesuatu yang menentukan sahnya shalat, namun bukanlah bagian dari shalat itu sendiri. Dikecualiakan dengan qayid ini: rukun, karena rukun merupakan bagian dari shalat itu sendiri. Syarat pertama adalah sucinya anggota badan dari hadats, baik kecil maupun besar bagi orang yang mampu melakukan nya. Adapun orang yang tidak memiliki dua alat bersuci (air dan debu), maka baginya tetap dihukumi sah shalatnya namun wajib mengulangi. Kemudian sucinya seseorang dari najis yang adanya tidak dapat dimaafkan baik berada pada pakaian, anggota badan, maupun tempat melaksanakan shalat. Kyai mushonif akan menerangkan mengenai bagian akhir (tempat melaksanakan) pada bab berikutnya. Syarat kedua adalah menutupi warna aurat bagi yang mampu. Sehingga ketika ada seseora

Tata Krama Melaksanakan Mandi

  فصل: باب أداب الغسل Fasal: Tata Krama Melaksanakan Mandi فإذا أصابتك جنابة من احتلام أو وقاع, فخذ الإناء إلى المغتسل, واغسل يديك أولا ثلاثا, وأزل ما على بدنك من قذر. Ketika kalian sedang mengalami hadats janabat baik disebabkan oleh mimpi basah ataupun hubungan badan, maka ambilah wadah untuk mandi. Kemudian basuhlah kedua tangan kalian sebanyak tiga kali dan berusahalah menghilangkan kotoran yang masih menempel pada badan kalian.   وتوضاء كما سبق وضوئك للصلاة   مع جميع الدعوات, وأخر غسل قدميك كيلا يضيع الماء. فإذا فرغت من الوضوء فصب الماء على رأسك ثلاثا وأنت ناو وفع الحدث من الجنابة, ثم على شقك الأيمن ثلاثا ثم على الأيسر ثلاثا. Setelah membersihkan badan dari kotoran yang masih menempel, maka wudlu’ lah sebagaimana wudlu’ kalian ketika akan melaksanakan shalat, serta bacalah do’a-do’a yang telah diajarkan pada kalian. Dalam berwudlu’ ini, sebaiknya kalian mengakhirkan basuhan kedua kaki agar air yang kalian gunakan tidak terbuang sia-sia. Kemudian setelah selesai melaksana