Langsung ke konten utama

Tayamum

Bab tayamum

 

 Fasal: Menerangkan Tentang Tayamum

Dalam sebagian redaksi kitab matan, fasal ini dijelaskan sebelum fasal yang menjelaskan mengenai mengusap munjah (sejenis sepatu, tetapi memiliki kriteria tertentu). Tayamum secara bahasa adalah bermaksud mengerjakan sesuatu. Sedangkan dalam syari’at tayamum meiliki arti meratakan debu yang suci mensucikan pada wajah dan kedua tangan sebagai ganti wudlu’, mandi, atau anggota yang tidak dapat dibasuh dengan beberapa syarat yang sudah ditentukan.

Syarat-syarat melaksanakan tayamum ada lima perkara, pada sebagian redaksi kitab matan menggunakan lafadz “ lima kebiasaan”:

Pertama adalah adanya hal yang menyebabkan diperbolehkanya tayamum seperti bepergian atau sedang dalam keadaan sakit.

Kedua adalah masuknya waktu shalat. Maka tidak sah tayamum yang dilaksasnakan untuk mendirikan shalat sebelum masuk waktu shalat tersebut.

Ketiga adalah berusaha mencari air setelah masuknya waktu shalat. Baik orang yang bertayamum mencari sendiri atau dicarikan orang lain yang sudah diizini untuk mencari air. Orang yang bertayamum tadi dapat mencari air di rumahnya sendiri atau rumah temanya. Apabila orang tersebut sendirian, maka orang tersebut dapat melihat tempat yang berada di sekitarnya yaitu empat arah (depan, belakang, kanan, dan kiri) hal itu dilakukan apabila orang tersebut berada pada tempat yang daratanya rata. Apabila berada pada tempat yang daratanya tidak merata, maka orang tersebut dapar mengira-ngirakan sesuai apa yang dapat dia lihat.

Keempat adalah  terhalangnya menggunakan air. Seperti contoh, apabila orang tersebut menggunakan air maka akan kehilangan nyawa atau kemanfaatan dari salah satu anggota badan. Hal-hal yang juga masuk dalam kategori terhalang menggunakan air adalah apabila didekat orang tersebut terdapat air. Namun, ketika orang tersebut mengambil air tadi dikhawatirkan nyawanya akan hilang seperti adanya hewan buas dan musuh. Atau dikhawatirkan hartanya akan dicuri atau dighasab. Dalam sebagian redaksi kitab matan ditemukan tambahan pada syarat keempat ini yaitu apabila orang tersebut sudah mendapatkan air. Namun, orang tersebut tidak dapat menggunakanya dikarenakan orang tersebut haus, temanya haus, atau kebutuhan minum hewan ternaknya.[1]

Kelima adalah adanya tanah yang suci. Yang dimaksud adalah tanah yang suci mensucikan dan tidak basah. Kyai mushonif memasukan dengan dawuh beliau “suci mensucikan”: tanah dari hasil ghasab dan tanah dari tanah kuburan yang belum digali. Ditemukan dalam sebagian redaksi kitab matan suatu tambahan pada syarat kelima ini, yaitu: adanya tanah yang suci mensucikan tadi memiliki sifat berdebu. Apabila tanah tadi tercampur dengan gamping atau pasir maka tidak diperbolehkan tayamum menggunakan tanah tersebut. Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Imam Nawawi RA dalam kitab Syarah Muhadzab dan At Tashhih. Tetapi dalam kitab Al Raudlah dan Al Fatawa beliau memperbolehkan bertayamum menggunakan tanah yang bercampur dengan gamping atau pasir tadi. Tayamum juga sah apabila menggunakan pasir yang memiliki sifat berdebu. Dikecualikan dengan dawuh kyai mushonif “tanah”: selain tanah, seperti gamping dan pecahan genting. Dikecualikan dengan dawuh kyai mushonif “suci mensucikan”: tanah yang najis. Adapun bertayamum menggunakan tanah yang sudah digunakan menghilangkan hadats atau najis, maka hukumnya tidak sah.

Fardlu-Fardlu tayamum ada empat:

Pertama adalah niat. Dalam sebagian redaksi kitab matan menggunakan lafadz “lima kebiasaan” yaitu niat fardlu. Apabila orang yang bertayamum berniat fardlu dan sunah, maka diperbolehkan melakukan keduanya. Atau niat fardlu saja, maka boleh melakukan fardlu beserta sunah dan shalat janazah. Atau niat sunah saja, maka tidak diperbolehkan melakukan fardlu bersamanya. Dalam niat sunah ini hukumnya sama apabila seseorang melakukan tayamum dan diniati melaksanakan shalat saja. Wajib membarengkan niat tayamum ini dengan memindah tanah/debu pada wajah dan kedua tangan. Wajib juga melanggengkan niat sampai mengusap bagian dari wajah. Maka, apabila seseorang berhadats setelah memindah debu, orang tersebut tidak boleh mengusap dengan debu tadi tetapi harus dengan debu lainya.

Kedua dan ketiga adalah mengusap wajah dan kedua tangan beserta kedua sikunya. Dalam sebagian redaksi kitab matan menggunakan lafadz “sampai kedua sikunya”. Mengusap kedua anggota tadi adalah dengan dua kali pukulan/pengambilan pada debu. Sehingga apabila seseorang meletakan kedua tanganya diatas debu yang halus kemudian debu tersebut melekat pada kedua tanganya tanpa bermaksud memukul/mengambil, maka hal tersebut sudah dianggap mencukupi pada masalah pengambilan debu.

Keempat adalah tertib. Sehingga  diwajibkan mendahulukan mengusap wajah  dari pada mengusap kedua tangan baik orang tersebut bertayamum atas hadas kecil atau besar. Apabila seseorang meninggalkan tertib, maka tidak sah tayamumnya. Adapun mengambil debu untuk mengusap wajah dan kedua tangan, didalamya tidak disyaratkan tertib. Sehingga apabila seseorang mengambil dengan kedua tanganya satu kali pukulan pada debu. Kemudian dengan debu tadi orang tersebut mengusap wajah dengan tangan kananya dan dengan tangan kirinya orang tersebut mengusap tangan kananya, maka hal tersebut diperbolehkan.

Sunah-sunah dalam tayamum ada tiga, dalam sebagian redaksi kitab matan menggunakan lafadz “ tiga kebiasaan”, yaitu:

Pertama adalah membaca basmalah.

Kedua adalah mendahulukan anggota kanan dari pada anggota kiri dan mendahulukan bagian atas wajah dari pada bagian bawah wajah.

Ketiga adalah berkelanjutan. Makna berkelanjutan ini sudah dituturkan dalam fasal mengenai wudlu’. Masih terdapat beberapa kesunahan dalam bertayamum yang diterangkan dalam kitab yang panjang keteranganya, salah satunya adalah seseorang yang bertayamum sunah melepas cincin pada pengambilan debu pertama (untuk wajah). Adapun pengambilan debu kedua (untuk kedua tangan) hukum melepas cincin adalah wajib.

Perkara yang membatalkan tayamum ada tiga:

Pertama adalah segala sesuatu yang membatalkan wudlu’. Penjelasanya  sudah dijelaskan dalam fasal mengenai sebab-sebab hadats. Sehingga apabila seseorang yang sudah bertayamum kemudian berhadats, maka batal tayamumnya.

Kedua adalah melihat air. Dalam sebagian redaksi kitab matan menggunakan lafadz “adanya air” pada selain waktu shalat. Seseorang yang bertayamum disebabkan kehabisan air, kemudian melihat air atau menyangka akan adanya air sebelum masuk waktu shalat, maka batal tayamumnya. Apabila seseorang melihat air setelah masuk waktunya shalat dan shalat orang tersebut merupakan shalat yang tidak dapat gugur kewajibanya karena tayamum seperti shalatnya orang mukim, maka tayamum orang tersebut batal seketika. Jika shalatnya orang tersebut dapat gugur kewajibanya sebab tayamum seperti shalatnya orang musafir, maka tayamumnya tidak batal. Baik shalatnya fardlu maupun sunah. Namun, apabila seseorang melaksanakan tayamum karena sakit atau sejenisnya kemudian melihat air, maka melihantnya orang tersebut pada air tidak ada akibatnya dan tayamum orang tersebut tetap sah/tidak batal.

Ketiga adalah murtad. Murtad adalah keluar dari agama islam.

Apabila secara syari’at seseorang dilarang menggunakan air pada anggota tertentu ketentuanya sebagai berikut:

Apabila pada anggota tadi tidak terdapat penghalang, maka wajib tayamum dan membasuh anggota yang masih sehat. Tidak ada syarat tertib antara membasuh dengan bertayamum bagi orang yang sedang junub. Adapun seseorang yang sedang berhadats kecil orang tersebut melaksanakan tayamum pada saat waktu membasuh anggota yang sakit tadi.

Apabila pada anggota tadi terdapat penghalang, maka hukumnya akan diterangkan kyai mushonif dalam perkataan beliau:

Seseorang yang memiliki perban. Lafadz جبائر adalah bentuk jama’ dari جبيرة  dengan difathah jim nya. Perban adalah kayu atau bambu yang disamaratakan dan diikatkan pada anggota yang pecah agar kembali rapat. Sehingga seseorang yang menggunakan perban membasuh perbanya ketika tidak memungkinkan melepasnya karena khawatir akan adanya bahaya seperti hal-hal yang sudah disebutkan (kehilangan nyawa/kehilangan manfaat salah satu anggota badan). Seseorang yang menggunakan perban melakukan tayamum pada wajah dan kedua tanganya  dengan tata cara sebagaimana yang sudah dijelaskan. Orang tersebut dapat melaksanakan shalat dengan tayamum tadi dan tidak diperlukan mengulangi shalatnya dengan syarat pada saat meletakan perban, seseorang tersebut sedang dalam keadaan suci dan perban tersebut tidak berada pada anggota yang wajib diusap saat tayamum. Sehingga  apabila tidak memenuhi dua syarat tersebut, maka seseorang perlu mengulangi shalatnya. Pendapat ini merupakan pendapat Imam Nawawi RA dalam kitab Al Raudlah tetapi beliau berpendapat dalam kitab Al Majmu’: sesungguhnya ketetapan jumhurul ulama’ adalah menyamakan antara perban tersebut berada pada anggota yang wajib diusap saat tayamum atau tidak. Disyaratkan dalam memasang perban untuk tidak menutupi anggota yang masih sehat kecuali anggota sehat yang memang harus tertutup karena sebagai penguat perbanan tadi. Sesuatu yang ditempelkan pada anggota yang terluka seperti kain, kapas, salep, dan sejenisnya hukumnya sama dengan perban.

Seseorang harus melaksanakan tayamum apabila akan mendirikan ibadah fardlu atau nadzar. Sehingga seseorang tidak boleh melakukan dua shalat fardlu dengan satu tayamum. Tidak boleh juga melaksanakan dua kali thawaf, shalat dengan thawaf, shalat jum’at dengan khutbahnya hanya dengan satu tayamum.

Ketika seorang wanita melakukan tayamum dengan tujuan untuk berhubungan intim dengan suaminya, maka baginya diperbolehkan melakukan hubungan intim  berulang kali dan shalat dengan satu tayamum tadi.[2] Dawuh kyai mushonif “seseorang dapat melaksanakan beberapa shalat sunah dengan satu kali tayamum” tidak disebutkan dalam sebagian redaksi kitab matan.



[1] Imam Ghazali RA: Bidayatul Hidayah: Bab Tata Krama Tayamum.

[2] M. Hamim HR, Fathul Qarib Paling Lengkap, (Kediri: Santri Salaf Press, 2017), hal. 320.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ghasab

  Fasal: Menerangkan Hukum - Hukum Ghasab Secara bahasa ghasab diartikan dengan mengambil sesuatu secara dzalim dengan cara terang-terangan. Sedangkan dalam literatur syariat ghasab diartikan sebagai menguasai hak orang lain dengan cara dzalim atau tidak semestinya. وهو لغةً أخذ الشيء ظُلمًا مجاهرة وشرعا الاستيلاء على حق الغير عُدْوانًا Ukuran penguasaan disini dikembalikan pada adat yang berlaku. ويُرجع في الاستيلاء للعرف Termasuk di dalam hak orang lain, sesuatu yang sah dighasab adalah suatu barang yang selain harta, seperti kulit bangkai. Dikecualikan dari “secara tidak semestinya”: menguasai harta orang lain dengan cara akad. ودخل في حق الغير ما يصح غصبه مما ليس بمال كجلد ميتة. وخرج بعُدوانا الاستيلاء على مال الغير بعقد Konsekuensi Ghasab:   Barang siapa ghasab harta orang lain, maka baginya wajib mengembalikan harta tersebut pada pemiliknya. Meskipun dal

Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat

Fasal: Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat Syarat-syarat shalat sebelum masuk di dalamya ada lima, lafadz شروط merupakan bentuk jama’ dari شرط . Syarat secara bahasa adalah tanda, sedangkan syarat menurut istilah syari’at adalah sesuatu yang menentukan sahnya shalat, namun bukanlah bagian dari shalat itu sendiri. Dikecualiakan dengan qayid ini: rukun, karena rukun merupakan bagian dari shalat itu sendiri. Syarat pertama adalah sucinya anggota badan dari hadats, baik kecil maupun besar bagi orang yang mampu melakukan nya. Adapun orang yang tidak memiliki dua alat bersuci (air dan debu), maka baginya tetap dihukumi sah shalatnya namun wajib mengulangi. Kemudian sucinya seseorang dari najis yang adanya tidak dapat dimaafkan baik berada pada pakaian, anggota badan, maupun tempat melaksanakan shalat. Kyai mushonif akan menerangkan mengenai bagian akhir (tempat melaksanakan) pada bab berikutnya. Syarat kedua adalah menutupi warna aurat bagi yang mampu. Sehingga ketika ada seseora

Tata Krama Melaksanakan Mandi

  فصل: باب أداب الغسل Fasal: Tata Krama Melaksanakan Mandi فإذا أصابتك جنابة من احتلام أو وقاع, فخذ الإناء إلى المغتسل, واغسل يديك أولا ثلاثا, وأزل ما على بدنك من قذر. Ketika kalian sedang mengalami hadats janabat baik disebabkan oleh mimpi basah ataupun hubungan badan, maka ambilah wadah untuk mandi. Kemudian basuhlah kedua tangan kalian sebanyak tiga kali dan berusahalah menghilangkan kotoran yang masih menempel pada badan kalian.   وتوضاء كما سبق وضوئك للصلاة   مع جميع الدعوات, وأخر غسل قدميك كيلا يضيع الماء. فإذا فرغت من الوضوء فصب الماء على رأسك ثلاثا وأنت ناو وفع الحدث من الجنابة, ثم على شقك الأيمن ثلاثا ثم على الأيسر ثلاثا. Setelah membersihkan badan dari kotoran yang masih menempel, maka wudlu’ lah sebagaimana wudlu’ kalian ketika akan melaksanakan shalat, serta bacalah do’a-do’a yang telah diajarkan pada kalian. Dalam berwudlu’ ini, sebaiknya kalian mengakhirkan basuhan kedua kaki agar air yang kalian gunakan tidak terbuang sia-sia. Kemudian setelah selesai melaksana