Langsung ke konten utama

Kitab Puasa Bagian 2

 


Hari Haram Puasa:
Haram melaksanakan puasa dalam lima hari, yaitu: dua hari idul fitri dan idul adlha, dan tiga hari tasyriq yaitu tiga hari setelah hari penyembelihan qurban (yaumu al-Nahr).

Puasa Hari Syak:
Dimakruhkan dengan kadar makruh tahrim, melaksanakan puasa dengan tanpa adanya sebab pada hari yang diragukan. Kyai mushanif memberi isyarat beberapa contoh yang dapat menjadi sebab diperbolehkan puasa pada hari yang diragukan dengan dawuh beliau: kecuali puasa tersebut sudah menjadi adat bagi shaim dalam menjalankan puasa sunah. Sebagaimana seseorang yang melaksanakan sehari puasa dan sehari tidak (puasa nabi Daud AS).
Diperbolehkan juga melaksanakan puasa pada hari yang diragukan bagi seseorang yang mengqadla’ puasa dan puasa nadzar.
Hari yang diragukan adalah hari ketiga puluh sya’ban ketika hilal tidak terlihat pada malam harinya padahal keadaan langit tidak mendung. Atau apabila ada berita yang tersebar di masyarakat bahwa hilal terlihat, namun tidak ada persaksian dari orang yang adil. Atau ada persaksian, namun dari kalangan anak-anak, budak, atau orang fasiq.

Hubungan Badan di Siang Hari Ramadlan:
Seseorang yang melakukan hubungan badan di siang hari bulan Ramadlan dengan sengaja masuk kelamin perempuan, sedangkan dia adalah orang yang berkewajiban puasa dan dia telah berniat puasa sejak malam hari. Maka, orang tersebut berdosa karena hubungan badan dan sedang berpuasa.
Bagi orang tersebut juga diwajibkan mengqadla’ dan membayar kafarat, yaitu memerdekakan budak yang beriman. Dalam sebagian redaksi kitab disebutkan bahwa budak yang selamat dari cacat yang dapat mengganggu pekerjaan.
Ketika orang tersebut tidak menemukan budak maka, puasa dua bulan berturut-turut.
Ketika orang tersebut tidak mampu maka, memberi makan enam puluh orang miskin atau faqir. Setiap individu kadarnya adalah satu mud (6 Ons) dengan apa-apa yang mencukupi untuk zakat fitrah.
Ketika orang tersebut tidak mampu melaksanakan semuanya maka, tetap wajib atas orang tersebut kafarat-kafarat yang telah disebutkan. Ketika suatu saat sudah mampu melaksanakan salah satu kafarat maka, orang tersebut melaksanakan kafarat yang telah ditentukan.

Orang Meninggal dan Masih Memiliki Tanggungan Puasa:
Seseorang yang meninggal dan masih memiliki tanggungan puasa Ramadlan karena adanya udzur, sebagaimana orang yang tidak berpuasa karena sakit dan tidak mungkin dia dapat mengqadla’ puasa tersebut, seperti orang yang sakit sampai meninggal maka, orang tersebut tidak berdosa dan tidak diwajibkan membayar fidyah.
Namun, ketika meninggalkan puasa tersebut karena tidak ada udzur dan meninggal sebelum menqadla’ puasa yang ditinggalkan maka, wali dari mayit tersebut memberi makan dengan harta tinggalan mayit, kadarnya adalah setiap satu hari satu mud yaitu, 1 ritl lebih 1/3 Baghdad. Jika ditakar kadarnya adalah setengah wadah bangsa Mesir (6 Ons).
Pendapat yang diambil kyai mushanif di atas merupakan Qaul Jadid Imam Syafi’i. Dalam Qaul Qadimnya, Imam Syafi’i berpendapat bahwa fidyahnya tidak harus berupa makanan. Bahkan diperbolehkan bagi walinya untuk menggantikan puasa mayit tersebut, justru hal tersebut adalah disunahkan, sebagaimana keterangan dalam kitab Syarah al-Muhadzab dan dalam kitab al-Raudlah Imam Nawawi membenarkan pendapat Qaul Qadim.

Orang-Orang Yang Tidak Mampu Melaksanakan Puasa:
Orang tua, orang yang tidak mampu, dan orang sakit yang tidak dapat diharapkan kesehatannya lagi. Ketika mereka tidak mampu berpuasa maka, mereka tidak perlu melaksanakan puasa. Kemudian mereka menggantinya dengan memberi makan untuk setiap harinya dengan kadar satu mud (6 Ons). Namun, tidak diperbolehkan mempercepat pembayaran mud ini sebelum datangnya bulan Ramadlan dan diperbolehkan mempercepat setelah terbitnya fajar setiap hari bulan Ramadlan.
Seseorang yang sedang hamil dan menyusui ketika mereka khawatir dengan keadaan mereka sendiri. Sebagaimana takut munculnya bahaya karena puasa seperti sakit. Maka, mereka boleh tidak berpuasa dan wajib atas mereka mengqadla’ puasa tersebut.
Namun, ketika mereka khawatir dengan keadaan mereka dan bayinya, sebagaimana takut keguguran atau sedikit keluarnya ASI maka, mereka boleh tidak berpuasa dan wajib atas mereka mengqadla’ karena tidak berpuasa dan membayar kafarat karena anaknya. Kafaratnya adalah untuk satu hari membayar satu mud. Satu mud adalah 1 ritl lebih 1/3 Iraq dikatakan juga Baghdad.
Seseorang yang sedang sakit dan musafir yang melaksanakan perjalanan jauh dan diperbolehkan. Ketika ditakutkan akan muncul bahaya karena mereka berpuasa, maka mereka boleh tidak berpuasa, kemudian mereka mengqadla’i puasa tersebut.
Bagi orang sakit yang terjadi terus menerus maka, boleh atas orang tersebut tidak berniat dari malam hari.
Namun, ketika sakitnya tidak terjadi terus menerus, sebagaimana orang demam sesaat dan reda sesaat. Kemudian saat tiba waktunya berpuasa dia malah demam maka, dia diperbolehkan tidak berniat mulai malam hari.
Jika tiba waktunya puasa dan dia tidak demam maka, dia wajib berniat mulai malam, apabila dia kambuh di tengah-tengah puasa dan butuh untuk membatalkan puasa maka, boleh membatalkan puasa.
Kyai mushanif tidak menyebut mengenai puasa sunah. Puasa-puasa ini disebutkan dalam kitab yang panjang penjelasannya. Sebagaimana puasa arafah, asyuro, ayam al-Bidl (13, 14, 15 bulan Qamariyyah), dan enam hari syawal. Wallahu A’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ghasab

  Fasal: Menerangkan Hukum - Hukum Ghasab Secara bahasa ghasab diartikan dengan mengambil sesuatu secara dzalim dengan cara terang-terangan. Sedangkan dalam literatur syariat ghasab diartikan sebagai menguasai hak orang lain dengan cara dzalim atau tidak semestinya. وهو لغةً أخذ الشيء ظُلمًا مجاهرة وشرعا الاستيلاء على حق الغير عُدْوانًا Ukuran penguasaan disini dikembalikan pada adat yang berlaku. ويُرجع في الاستيلاء للعرف Termasuk di dalam hak orang lain, sesuatu yang sah dighasab adalah suatu barang yang selain harta, seperti kulit bangkai. Dikecualikan dari “secara tidak semestinya”: menguasai harta orang lain dengan cara akad. ودخل في حق الغير ما يصح غصبه مما ليس بمال كجلد ميتة. وخرج بعُدوانا الاستيلاء على مال الغير بعقد Konsekuensi Ghasab:   Barang siapa ghasab harta orang lain, maka baginya wajib mengembalikan harta tersebut pada pemiliknya. Meskipun dal

Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat

Fasal: Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat Syarat-syarat shalat sebelum masuk di dalamya ada lima, lafadz شروط merupakan bentuk jama’ dari شرط . Syarat secara bahasa adalah tanda, sedangkan syarat menurut istilah syari’at adalah sesuatu yang menentukan sahnya shalat, namun bukanlah bagian dari shalat itu sendiri. Dikecualiakan dengan qayid ini: rukun, karena rukun merupakan bagian dari shalat itu sendiri. Syarat pertama adalah sucinya anggota badan dari hadats, baik kecil maupun besar bagi orang yang mampu melakukan nya. Adapun orang yang tidak memiliki dua alat bersuci (air dan debu), maka baginya tetap dihukumi sah shalatnya namun wajib mengulangi. Kemudian sucinya seseorang dari najis yang adanya tidak dapat dimaafkan baik berada pada pakaian, anggota badan, maupun tempat melaksanakan shalat. Kyai mushonif akan menerangkan mengenai bagian akhir (tempat melaksanakan) pada bab berikutnya. Syarat kedua adalah menutupi warna aurat bagi yang mampu. Sehingga ketika ada seseora

Tata Krama Melaksanakan Mandi

  فصل: باب أداب الغسل Fasal: Tata Krama Melaksanakan Mandi فإذا أصابتك جنابة من احتلام أو وقاع, فخذ الإناء إلى المغتسل, واغسل يديك أولا ثلاثا, وأزل ما على بدنك من قذر. Ketika kalian sedang mengalami hadats janabat baik disebabkan oleh mimpi basah ataupun hubungan badan, maka ambilah wadah untuk mandi. Kemudian basuhlah kedua tangan kalian sebanyak tiga kali dan berusahalah menghilangkan kotoran yang masih menempel pada badan kalian.   وتوضاء كما سبق وضوئك للصلاة   مع جميع الدعوات, وأخر غسل قدميك كيلا يضيع الماء. فإذا فرغت من الوضوء فصب الماء على رأسك ثلاثا وأنت ناو وفع الحدث من الجنابة, ثم على شقك الأيمن ثلاثا ثم على الأيسر ثلاثا. Setelah membersihkan badan dari kotoran yang masih menempel, maka wudlu’ lah sebagaimana wudlu’ kalian ketika akan melaksanakan shalat, serta bacalah do’a-do’a yang telah diajarkan pada kalian. Dalam berwudlu’ ini, sebaiknya kalian mengakhirkan basuhan kedua kaki agar air yang kalian gunakan tidak terbuang sia-sia. Kemudian setelah selesai melaksana