Langsung ke konten utama

Perkara Yang Ditinggalkan Dalam Shalat

 


Yang ditinggalkan


Fasal: Menerangkan Perkara-Perkara Yang Ditinggalkan Dalam Shalat.

Perkara yang ditinggalkan dalam shalat berjumlah tiga perkara, yaitu: Fardlu atau dinamakan juga sebagai rukun, sunnah (ab’ad), dan haiat.

Kemudian kyai mushonif menjelaskan ketiga perkara tersebut dalam dawuh beliau:

Fardlu merupakan sesuatu yang apabila ditinggalkan, maka tidak tergantikan dengan sujud sahwi, tetapi ketika seseorang yang sedang dalam shalat dan mengingat fardlu yang ditinggalkan tersebut, maka seorang yang sedang shalat langsung kembali pada fardlu tadi dan shalatnya akan menjadi sempurna (tanpa kekurangan, karena meninggalkan fardlu). Atau ketika seseorang mengingat fardlu yang ditinggalkan tersebut setelah selesai shalat dan waktu nya sebentar (menurut adat), maka seorang yang sedang shalat langsung kembali pada fardlu tadi, kemudian meneruskan shalat dan melaksanakan sujud sahwi.

Sujud sahwi hukumnya sunah, seperti apa yang akan dijelaskan. Tetapi sujud sahwi hanya berlaku pada tempat-tempat khusus, yaitu apabila meninggalkan perkara yang diperintahkan atau melakukan perkara yang dilarang dalam shalat.

Sunah (ab’ad) merupakan sesuatu yang apabila ditinggalkan oleh seseorang yang sedang melaksanakan shalat, maka seseorang tersebut tidak perlu kembali pada sesuatu tadi setelah dia menempati rukun shalat lain. Semisal, ketika seseorang meninggalkan tasyahud awal kemudian dia ingat bahwa dia telah meninggalkan tasyahud awal pada posisi i’tidal dan sudah berdiri tegak, maka orang tersebut tidak perlu kembali pada posisi tasyahud awal. Sehingga, apabila orang tersebut malah kembali pada posisi tasyahud awal dengan sengaja dan mengetahui keharaman perkara tersebut, maka shalat orang tersebut menjadi batal. Atau orang tersebut kembali pada posisi tasyahud awal karena lupa atau tidak mengetahui keharaman perkara tersebut, maka tidak batal shalatnya dan wajib bagi seseorang tadi langsung berdiri ketika mengingatnya (tidak perlu kembali ketika meninggalkan sunah ab’ad). Namun, ketika berpoisisi sebagai makmum, maka wajib kembali pada sunah tadi karena mengikuti imam.

Wajib bagi seseorang yang meninggalkan sunah (ab’ad) melaksanakan sujud sahwi, seperti contoh karena tidak kembali pada sunah tadi (berposisi sebagai makmum) atau kembali pada sunah tadi, namun karena lupa telah meninggalkan sunah.

Kyai mushonif bermaksud dengan lafadz sunah ini adalah sunah ab’ad, yaitu: tasyahud awal, posisi duduk pada tasyahud awal, qunut dalam shubuh, qunut dalam separuh bulan yang kedua pada bulan Ramadlan, membaca shalawat kepada nabi pada tasyahud awal, dan membaca shalawat kepada keluarga nabi pada tasyahud akhir.

Haiat, seperti bacaan tasbih dan semacamnya yang mana tidak dapat ditambal dengan sujud sahwi. Seseorang yang meninggalkan sesuatu tersebut tidak perlu kembali pada haiat dan tidak perlu melaksanakan sujud sahwi, baik orang tersebut meninggalkan nya secara sengaja atau karena lupa.

Ketika seseorang yang sedang shalat ragu dalam bilangan rakaat yang telah dikerjakan, seperti contoh seseorang yang ragu apakah dia sudah melaksanakan tiga rakaat atau empat rakaat, maka orang tersebut meneruskan yang diyakini yaitu yang bilangan rakaatnya lebih sedikit (tiga rakaat apabila sesuai contoh yang telah disebutkan). Kemudian orang yang ragu tadi melaksanakan sujud sahwi. Tidak berpengaruh bagi orang yang ragu tadi kuatnya perkiraan dan tidak boleh melaksankan sesuai perkataan orang lain, seperti contoh orang lain tadi mengatakan bahwa orang yang ragu tersebut telah melaksanakan shalat empat rakaat. Meskipun bilangan orang yang berkata tadi mencapai derajat mutawatir.

Sujud sahwi hukumnya sunah, seperti keterangan yang telah dijelaskan. Tempat melaksanakan sujud sahwi adalah sebelum salam. Sehingga, apabila seseorang melakukan salam dengan sengaja atau lupa dan dia mengetahui jika dia memiliki tanggungan sujud sahwi dalam waktu berpisah yang lama, maka orang tersebut telah kehabisan waktu untuk melaksankaan sujud sahwi. Namun, apabila waktu berpisahnya sebentar, maka orang tersebut tidak kehabisan waktu. Dalam posisi tersebut (tidak sujud sahwi karena sengaja/lupa) seseorang boleh memilih antara melaksanakan atau tidak melaksanakan sujud sahwi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ghasab

  Fasal: Menerangkan Hukum - Hukum Ghasab Secara bahasa ghasab diartikan dengan mengambil sesuatu secara dzalim dengan cara terang-terangan. Sedangkan dalam literatur syariat ghasab diartikan sebagai menguasai hak orang lain dengan cara dzalim atau tidak semestinya. وهو لغةً أخذ الشيء ظُلمًا مجاهرة وشرعا الاستيلاء على حق الغير عُدْوانًا Ukuran penguasaan disini dikembalikan pada adat yang berlaku. ويُرجع في الاستيلاء للعرف Termasuk di dalam hak orang lain, sesuatu yang sah dighasab adalah suatu barang yang selain harta, seperti kulit bangkai. Dikecualikan dari “secara tidak semestinya”: menguasai harta orang lain dengan cara akad. ودخل في حق الغير ما يصح غصبه مما ليس بمال كجلد ميتة. وخرج بعُدوانا الاستيلاء على مال الغير بعقد Konsekuensi Ghasab:   Barang siapa ghasab harta orang lain, maka baginya wajib mengembalikan harta tersebut pada pemiliknya. Meskipun dal

Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat

Fasal: Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat Syarat-syarat shalat sebelum masuk di dalamya ada lima, lafadz شروط merupakan bentuk jama’ dari شرط . Syarat secara bahasa adalah tanda, sedangkan syarat menurut istilah syari’at adalah sesuatu yang menentukan sahnya shalat, namun bukanlah bagian dari shalat itu sendiri. Dikecualiakan dengan qayid ini: rukun, karena rukun merupakan bagian dari shalat itu sendiri. Syarat pertama adalah sucinya anggota badan dari hadats, baik kecil maupun besar bagi orang yang mampu melakukan nya. Adapun orang yang tidak memiliki dua alat bersuci (air dan debu), maka baginya tetap dihukumi sah shalatnya namun wajib mengulangi. Kemudian sucinya seseorang dari najis yang adanya tidak dapat dimaafkan baik berada pada pakaian, anggota badan, maupun tempat melaksanakan shalat. Kyai mushonif akan menerangkan mengenai bagian akhir (tempat melaksanakan) pada bab berikutnya. Syarat kedua adalah menutupi warna aurat bagi yang mampu. Sehingga ketika ada seseora

Tata Krama Melaksanakan Mandi

  فصل: باب أداب الغسل Fasal: Tata Krama Melaksanakan Mandi فإذا أصابتك جنابة من احتلام أو وقاع, فخذ الإناء إلى المغتسل, واغسل يديك أولا ثلاثا, وأزل ما على بدنك من قذر. Ketika kalian sedang mengalami hadats janabat baik disebabkan oleh mimpi basah ataupun hubungan badan, maka ambilah wadah untuk mandi. Kemudian basuhlah kedua tangan kalian sebanyak tiga kali dan berusahalah menghilangkan kotoran yang masih menempel pada badan kalian.   وتوضاء كما سبق وضوئك للصلاة   مع جميع الدعوات, وأخر غسل قدميك كيلا يضيع الماء. فإذا فرغت من الوضوء فصب الماء على رأسك ثلاثا وأنت ناو وفع الحدث من الجنابة, ثم على شقك الأيمن ثلاثا ثم على الأيسر ثلاثا. Setelah membersihkan badan dari kotoran yang masih menempel, maka wudlu’ lah sebagaimana wudlu’ kalian ketika akan melaksanakan shalat, serta bacalah do’a-do’a yang telah diajarkan pada kalian. Dalam berwudlu’ ini, sebaiknya kalian mengakhirkan basuhan kedua kaki agar air yang kalian gunakan tidak terbuang sia-sia. Kemudian setelah selesai melaksana