Langsung ke konten utama

Shalat Jumat

 

Shalat jumat

Fasal: Menerangkan Mengenai Syarat-Syarat Shalat Jum’at

Syarat seseorang diwajibkan melaksanakan shalat jumat ada tujuh, yaitu:

Pertama adalah beragama islam.

Kedua adalah sudah baligh.

Ketiga adalah berakal. Ketiga syarat ini juga menjadi syarat pada selain shalat jumat, yaitu dari shalat-shalat lain.

Keempat adalah merdeka (bukan seorang budak).

Kelima adalah berjenis kelamin laki-laki.

Keenam adalah sehat badanya.

Ketujuh adalah berdomisili tetap. Sehingga tidak diwajibkan melaksanakan shalat jumat atas orang kafir asli, anak kecil, orang gila, budak, huntsa, sedang sakit atau semacamnya, dan sedang dalam keadaan bepergian.

Syarat sah melaksanakan mendirikan shalat jumat ada tiga, yaitu:

Pertama adalah tempat bertempat tinggal yang digunakan untuk berdomisili  bagi  bilangan orang yang melaksanakan shalat jumat. Baik tempat tersebut berupa perkotaan ataupun pedesaan yang digunakan untuk berdomisili. Kyai mushonif menjelaskan hal tersebut dengan dawuh beliau: adanya sebuah negara adalah berupa kota atapun desa.

Kedua adalah adanya bilangan jamaah dalam melaksanakan shalat jumat adalah empat puluh orang laki-laki dari orang yang wajib melaksanakan shalat jumat (menepati tujuh syarat di atas), yaitu orang-orang yang mukalaf, laki-laki, merdeka/bukan seorang budak, berdomisili tetap dengan sekira orang tersebut tidak bepergian dari domisili tersebut ketika musim hujan dan kemarau kecuali adanya keperluan.

Ketiga adalah adanya waktu yang masih, yaitu waktu dzuhur. Sehingga disyaratkan untuk melaksanakan shalat jumat secara keseluruhan dalam waktu tersebut. Apabila waktu dzuhur sempit untuk melaksanakan shalat jumat, seperti jika tidak ada waktu yang masih cukup dari waktu dzuhur tersebut untuk melaksanakan dua khutbah jumat dan dua rakaat shalatnya, maka didirikanlah shalat dzuhur.

Ketika waktunya keluar atau tidak ada salah satu dari tiga syarat di atas, yaitu keseluruhan waktu dzuhur  baik secara yakin ataupun hanya prasangka, sedangkan ahlul jumat berada dalam waktu tersebut, maka shalat jumat didirikan sebagai shalat dzuhur dengan meneruskan shalat jumat yang kehabisan waktu tadi, baik ahlul jumat tersebut menemukan (dapat melaksanakan) satu rakaat dari shalat jumat atau tidak. Ketika ahlul jumat ragu akan keluarnya waktu, sedangkan mereka sedang melaksanakan shalat jumat, maka mereka meneruskan dan menyempurnakan shalat jumat menurut qaul shahih.

Fardlunya shalat jumat, sebagian ulama’ ada yang mengatakan dengan lafadz: syarat ada tiga, yaitu:

Pertama dan kedua adalah dua khutbah yang mana khatib berdiri pada kedua khutbah tersebut dan duduk di antara keduanya. Imam Mutawali dawuh: duduk dengan kadar thuma’ninah antara dua sujud. Namun, ketika khatib tidak mampu berdiri dan khatib tersebut khutbah dengan cara duduk atau tidur miring, maka sah dan boleh mengikuti khatib meskipun tidak mengetahui keadaan khatib tersebut. Sekira khatib khutbah dengan duduk, maka khatib memisah antara dua khutbah dengan diam sejenak bukan dengan tidur miring.

Rukun dua khutbah ada lima, yaitu:

Pertama adalah memuji Allah SWT.

Kedua adalah  membaca shalawat kepada nabi Muhammad SAW, lafadz untuk kedua rukun tersebut sudah ditentukan oleh ajaran syari’at.

Ketiga adalah wasiat untuk bertakwa, lafadz untuk berwasiat ini tidak ditentukan oleh ajaran syari’at menurut pendapat shahih.

Keempat adalah membaca ayat pada salah satu dua khutbah.

Kelima adalah medo’akan orang muslimin maupun muslimat pada khutbah yang kedua.

Disyaratkan bagi seorang khatib untuk memperdengarkan rukun-rukun khutbah pada empat puluh ahlul jumat. Disyaratkan berkelanjutan antara kalimat-kalimat khutbah dan antara dua khutbah. Sehingga apabila seorang khatib memisah antara kalimat-kalimat khutbah meskipun karena adanya udzur, maka batal khutbahnya. Disyaratkan juga dalam pelaksanaan khutbah untuk menutup aurat, suci dari hadats dan najis baik di pakaian, badan, maupun tempat.

Ketiga dari fardlunya jumat adalah shalat jumat dilaksanakan, lafadz تصلى dengan didlomah ta’ nya, dengan dua rakaat dalam berjamaah dengan ahlul jumat. Disyaratkan mendirikan shalat ini setelah dua khutbah, berbeda dengan pelaksanaan shalat ied, karena shalat ied dilaksanakan sebelum dua khutbah.

Sunah haiat dalam melaksanakan shalat jumat, makna haiat sudah dijelaskan, ada empat perkara, yaitu:

Pertama adalah mandi bagi seseorang yang akan pergi shalat jumat baik laki-laki, perempuan, merdeka (bukan seorang budak), budak, muqim (tidak sedang bepergian), maupun sedang bepergian. Waktu mandi jumat adalah mulai dari fajar kedua (fajar shadiq). Melaksanakan mandi mepet dengan akan perginya seseorang untuk shalat jumat lebih utama. Sehingga apabila seseorang tidak mampu mandi jumat, maka dia bertayamum dengan niat mandi untuk melaksankan shalat jumat.

Kedua adalah membersihkan badan dengan cara menghilangkan bau yang tidak disukai seperti bau ketiak. Sehingga seseorang memberi sesuatu yang dapat menghilangkan bau tersebut seperti tawas atau sejenisnya.

Ketiga adalah memakai pakaian yang berwarna putih karena pakaian putih adalah pakaian paling utama.  

Keempat adalah memotong kuku jika kukunya panjang dan memotong rambut. Seperti kesunahan hal tersebut, disunahkan juga menyabut bulu ketiak, mencukur kumis, dan memotong bulu kemaluan. Dan menggunakan wangi-wangian dengan sesuatu yang ditemukan paling bagus oleh seseorang.

Disunahkan mendengarkan dengan sungguh-sungguh, yaitu diam dengan menunduk ketika sedang dalam waktu khutbah. Dikecualikan dalam dawuh “mendengarkan dengan sungguh-sungguh”: beberapa perkara yang disebutkan dalam kitab yang luas penjabaranya. Sebagian dari perkara tersebut adalah memberi peringatan pada seseorang yang buta ketika akan tercebur sumur dan mengingatkan seseorang yang di badan nya merayap seekor kalajengking.

Seseorang yang masuk masjid dan imam sedang dalam keadaan khutbah, maka seseorang tersebut mendirikan shalat dua rakaat dengan cepat (mengerjakan rukun nya saja) kemudian duduk. Pengambilan ibarat kyai mushonif dengan lafadz دخل memberi kefahaman bahwa seseorang yang hadir tidak perlu mendirikan shalat dua rakaat  baik shalat sunah jumat atau tidak. Dan belum jelas dari kefahaman ini bahwa melaksanakan dua rakaat tersebut hukumnya adalah haram atau makruh, tetapi Imam Nawawi dalam syarah kitab muhadzab menjelaskan akan keharaman melaksanakan nya, beliau mengutip pendapat tersebut dari ijma’ Imam Mawardi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ghasab

  Fasal: Menerangkan Hukum - Hukum Ghasab Secara bahasa ghasab diartikan dengan mengambil sesuatu secara dzalim dengan cara terang-terangan. Sedangkan dalam literatur syariat ghasab diartikan sebagai menguasai hak orang lain dengan cara dzalim atau tidak semestinya. وهو لغةً أخذ الشيء ظُلمًا مجاهرة وشرعا الاستيلاء على حق الغير عُدْوانًا Ukuran penguasaan disini dikembalikan pada adat yang berlaku. ويُرجع في الاستيلاء للعرف Termasuk di dalam hak orang lain, sesuatu yang sah dighasab adalah suatu barang yang selain harta, seperti kulit bangkai. Dikecualikan dari “secara tidak semestinya”: menguasai harta orang lain dengan cara akad. ودخل في حق الغير ما يصح غصبه مما ليس بمال كجلد ميتة. وخرج بعُدوانا الاستيلاء على مال الغير بعقد Konsekuensi Ghasab:   Barang siapa ghasab harta orang lain, maka baginya wajib mengembalikan harta tersebut pada pemiliknya. Meskipun dal

Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat

Fasal: Syarat-Syarat Sebelum Melaksanakan Shalat Syarat-syarat shalat sebelum masuk di dalamya ada lima, lafadz شروط merupakan bentuk jama’ dari شرط . Syarat secara bahasa adalah tanda, sedangkan syarat menurut istilah syari’at adalah sesuatu yang menentukan sahnya shalat, namun bukanlah bagian dari shalat itu sendiri. Dikecualiakan dengan qayid ini: rukun, karena rukun merupakan bagian dari shalat itu sendiri. Syarat pertama adalah sucinya anggota badan dari hadats, baik kecil maupun besar bagi orang yang mampu melakukan nya. Adapun orang yang tidak memiliki dua alat bersuci (air dan debu), maka baginya tetap dihukumi sah shalatnya namun wajib mengulangi. Kemudian sucinya seseorang dari najis yang adanya tidak dapat dimaafkan baik berada pada pakaian, anggota badan, maupun tempat melaksanakan shalat. Kyai mushonif akan menerangkan mengenai bagian akhir (tempat melaksanakan) pada bab berikutnya. Syarat kedua adalah menutupi warna aurat bagi yang mampu. Sehingga ketika ada seseora

Tata Krama Melaksanakan Mandi

  فصل: باب أداب الغسل Fasal: Tata Krama Melaksanakan Mandi فإذا أصابتك جنابة من احتلام أو وقاع, فخذ الإناء إلى المغتسل, واغسل يديك أولا ثلاثا, وأزل ما على بدنك من قذر. Ketika kalian sedang mengalami hadats janabat baik disebabkan oleh mimpi basah ataupun hubungan badan, maka ambilah wadah untuk mandi. Kemudian basuhlah kedua tangan kalian sebanyak tiga kali dan berusahalah menghilangkan kotoran yang masih menempel pada badan kalian.   وتوضاء كما سبق وضوئك للصلاة   مع جميع الدعوات, وأخر غسل قدميك كيلا يضيع الماء. فإذا فرغت من الوضوء فصب الماء على رأسك ثلاثا وأنت ناو وفع الحدث من الجنابة, ثم على شقك الأيمن ثلاثا ثم على الأيسر ثلاثا. Setelah membersihkan badan dari kotoran yang masih menempel, maka wudlu’ lah sebagaimana wudlu’ kalian ketika akan melaksanakan shalat, serta bacalah do’a-do’a yang telah diajarkan pada kalian. Dalam berwudlu’ ini, sebaiknya kalian mengakhirkan basuhan kedua kaki agar air yang kalian gunakan tidak terbuang sia-sia. Kemudian setelah selesai melaksana